Tradisi Mudik, Faktanya Sudah Ada Sejak Jaman Kerajaan Majapahit - Selayang Kabar

Breaking

Post Top Ad

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Rabu, 19 April 2023

Tradisi Mudik, Faktanya Sudah Ada Sejak Jaman Kerajaan Majapahit

Tradisi mudik, atau pulang kampung atau mudik, merupakan sebuah kegiatan tahunan, yang dilakukan menjelang perayaan hari raya agama, terutama Idul Fitri. Fenomena ini seakan sudah menjadi tradisi yang sudah melekat erat pada masyarakat Indonesia. Faktanya, Tradisi mudik ini sudah berlangsung sejak zaman kerajaan Majapahit.

Ilustrasi : ilustrasi : tradisi mudik menjelang Lebaran (foto : sinpo)




SELAYANGKABAR.COM - Menjelang hari raya Idul Fitri, masyarakat yang tinggal di kota, berbondong-bondong kembali pulang ke daerah asal mereka.


Tujuannya utamanya adalah bertemu dan bersilaturahmi dengan orang tua serta saudara mereka di daerah asal.




Ternyata, kebiasaan mudik ini telah berlangsung sejak lama, bahkan jauh sebelum Indonesia merdeka.


Dikutip dari merdeka.com, budayawan muda Cokro Wibowo Wibisono, tradisi mudik lebaran diduga telah dimulai pada masa kerajaan Mataram Islam.


Pada jaman itu, di bulan Syawal, para pemangku pemerintahan di daerah kekuasaan Mataram menyempatkan diri menghadap raja.


Disamping keperluan menghadap Raja, mereka sekaligus mengunjungi handai taulan di pusat kerajaan



Kerajaan Majapahit terkenal dengan wilayah kekuasaan yang sangat luas, bahkan mencakup hingga semenanjung Malaya.


Pejabat pemerintahan yang menguasai wilayah jauh tersebut secara rutin menghadap Raja, dengan tujuan menyatakan setia kepada Kerajaan Majapahit, serta melaporkan perkembangan wilayah kekuasaanya.


Pada masa Indonesia modern seperti sekarang mengalami peningkatan volume setiap tahunnya.


Hal ini seiring dengan meningkatnya urbanisasi dari desa ke kota, terutama kota - kota sentra industri dan metropolitan.


Gencarnya perpindahan masayarat ke kota - kota besar ini menjadikan aktivitas mudik sebagai rutinitas tahunan bagi para perantau.


Cokro menyampaikan, momentum Hari Raya Idul Fitri, dimana merupakan saat yang paling tepat untuk berkumpul dengan sanak saudara di daerah asal.


Hal tersebut menjadikan tradisi mudik tidak akan hilang dan akan lestari hingga saat ini. 



Selain berkunjung dan berkumpul bersama keluarga, tradisi mudik juga bertujuan untuk dapat berbagi dengan keluarga besar di kampung asal.


Momen tersebut sekaligus untuk memohon doa restu kepada orang tua dan keluarga agar pekerjaan dan penghidupan daerah rantau semakin berkembang.


Menurut Cokro, mudik juga merupakan sebuah terapi spritual serta psikologis di antara kesibukan serta rutinitas pekerjaan.



Budaya mudik,menurut Cokro juga berpotensi menyebabkan nilai-nilai primordial jadi awet di tengah masyarakat perkotaan.


Menurutnya, identitas genetis, suku, bahasa dan budaya asal, serta identitas sosial akan selalu melekat, meskipun mereka para perantau telah tinggal di kota dalam waktu cukup lama, bahkan lebih dari satu generasi.


Cokro berpendapat, nilai-nilai primordial tersebut dapat menghambat hadirnya nilai perkotaan yang harusnya lebih mondial.


Dengan anggapan para masyarakat urban, bawa kampung halaman adalah sebagai rumah sebenarnya, sedangkan kota tempat rantaunya hanyalah merupakan berteduh sementara, dapat menghambat intensitas interaksi sosial.


Padahal, berbagai macam problematika di kota yang sangat kompleks seperti kemiskinan, kekumuhan, dan kriminalitas membutuhkan tanggung jawab serta keikutsertaan seluruh warganya, termasuk warga perantau.***


HALAMAN SELANJUTNYA:


Post Top Ad

Responsive Ads Here